“Maaf Pak, Saya lupa.” jawabku. “Inilah contoh anak yang membeda-bedakan guru! Bahasa Indonesia dikejar, PMP dianaktirikan! Pendidikan Moral Pancasila adalah pelajaran penting anak-anak, jangan seenaknya meremehkan. Bisa apa negara kita ini jika warga negaranya tidak bersikap baik, tidak menjadi warga negara yang patuh dengan peraturan!” serunya pada teman-teman sekelasku. Kira-kira, pada zaman aku menjadi guru, PMP itu semirip dengan PKN. Mendengarkan suara pak Tasaruddin, anak-anak hanya cekikikan tertawa. Tidak ada yang berani berkomentar atau tertawa terbahak-bahak membully aku. Beda zaman mungkin ya. Dulu serba teratur dan tidak ada yang berani dihadapan gurunya. Beda sekali di zaman aku mengajar anak-anak didikku. “Bagaimana mungkin kamu dapat menghafalkan alinea per alinea dengan lancar dan benar jika tidak ada salinannya. Makanya bapak suruh mengerjakan PR!” tangan beliau sudah siap akan menarik telingaku. Tapi aku mengelak dan menjawab, “Maaf Pak, tapi saya sudah hafal kok.
Komentar
Posting Komentar