Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

3. Hujan

Gambar
3. Hujan “Wina, habiskan susunya Nak!” terdengar suara papa dari ruang makan. “Iya Pa, tunggu sebentar.” jawabku bergegas menghampirinya. “Papa udah sarapan?” tanyaku pada papa yang sedang serius membaca koran pagi di tangannya. “Sudah, tadi papa masak nasi goreng dengan telur mata sapi. Kalau Wina mau, masih ada di lemari.” jawab papa tanpa mengalihkan pandangannya dari koran itu. “Nantilah Pa, makasih. Besok-besok Wina aja yang masak buat Papa. Wina bisa kok.” jawabku santai. Papa menghentikan bacaannya lalu menatapku serius. “Kok bisa?” tanya papa. “Ya bisalah. Setiap hari juga aku kan masak sarapan sendiri Pa. Bisa nasi goreng, mi goreng… Papa jangan salah ya. Gini-gini aku jago bikin masakan ayam balado lho…” dengan bangga kuuraikan semua kebiasaanku di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah tempatku mengajar. Papa menggulung korannya lalu memukul bahuku dengan keras. Aku meringis mengusap bahuku yangbperih. “Jangan mimpi kamu. Menghidupkan kompor saja sampai sekarang

3. Apa Aku Bermimpi? (3)

“Maaf Pak, Saya lupa.” jawabku. “Inilah contoh anak yang membeda-bedakan guru! Bahasa Indonesia dikejar, PMP dianaktirikan! Pendidikan Moral Pancasila adalah pelajaran penting anak-anak, jangan seenaknya meremehkan. Bisa apa negara kita ini jika warga negaranya tidak bersikap baik, tidak menjadi warga negara yang patuh dengan peraturan!” serunya pada teman-teman sekelasku. Kira-kira, pada zaman aku menjadi guru, PMP itu semirip dengan PKN.   Mendengarkan suara pak Tasaruddin, anak-anak hanya cekikikan tertawa. Tidak ada yang berani berkomentar atau tertawa terbahak-bahak membully aku. Beda zaman mungkin ya. Dulu serba teratur dan tidak ada yang berani dihadapan gurunya. Beda sekali di zaman aku mengajar anak-anak didikku.  “Bagaimana mungkin kamu dapat menghafalkan alinea per alinea dengan lancar dan benar jika tidak ada salinannya. Makanya bapak suruh mengerjakan PR!” tangan beliau sudah siap akan menarik telingaku. Tapi aku mengelak dan menjawab, “Maaf Pak, tapi saya sudah hafal kok.

2. Apa Aku Bermimpi? (2)

Gambar
2. Apa Aku Bermimpi? (2) Aku berdiri di depan gedung lama peninggalan Belanda. Inilah sekolahku dulu, SMP Negeri 1. Di hadapanku terdapat 5 anak tangga menuju kantor majelis guru. Pintu kantor yang tinggi berwarna abu-abu telah terbuka keduanya. Sangat serasi dengan 2 buah jendela berukuran 1 kali 2 meter di sampingnya. Kokoh dan berwibawa. Para peserta didik telah mulai berdatangan. Terus terang aku bingung juga, mau melangkahkan kaki ke arah mana. Tadi aku tidak sempat melihat ke kalender, untuk memastikan tanggal hari ini. Untuk berjaga-jaga, aku mengingat kembali kelas yang pernah kudiami. Aku pernah ada di kelas I.4, II.6 dan III.8.  Entah mengapa hatiku mengatakan mungkin saat ini aku sedang menduduki kelas II.6. Kalau di zamanku asli tentu saja setara dengan kelas VIII. “Berarti lokalku ada di sayap kanan gedung ini.” ujarku pelan setengah berbisik. Aku terus berjalan dan memperhatikan anak-anak di sekelilingku. Terus terang aku lupa nama-nama mereka. Beberapa dianta

2. Apa Aku Bermimpi? (1)

2. Apa Aku Bermimpi? “Winaaa…!! Kalau kamu belum bangun juga Aku guyur pakai air segayung ya…!” terdengar teriakan melengking di telingaku. “Siapa yang berani mengganggu tidurku?” pikirku. Mataku masih tertutup rapat. Kusingkirkan selimut dari tubuh ini sambil duduk di pinggir tempat tidurku. “Iyaaa…. Ini juga udah bangun!” teriakku lebih keras membalas teriakan tadi. “Heh, sebentar. membalas teriakan? Bukankah aku hanya sendirian di rumahku? Lalu siapa orang yang berteriak tadi? Apakah kak Linda yang biasa membantu membereskan rumah dan memasak untukku setiap hari sudah datang? Lalu bagaimana mungkin dia berani berteriak sekencang itu padaku?” berbagai pertanyaan mendesak kesadaranku untuk segera pulih 100 persen.  Kupaksa membuka mata yang tertutup sedari tadi. “Astaga…! Aku berada di kamarku! Kok bisa? Maksudku, aku sekarang berada di kamarku dulu…!” kukucek kedua mataku dengan punggung tanganku. Aku pasti bermimpi. “OMG… Apa-apaan sih?” kutepuk pipiku keras. Aduh…sangat sakit. “Win

1. Babak Baru (4)

Beginilah cara aku menghabiskan sisa hariku. Malam terasa sangat lambat merayap menuju fajar. Membosankan. Seringkali aku membawa pekerjaan sekolah pulang ke rumah karena kesulitanku untuk terlelap di malam hari. Dengan bekerja, aku dapat melalui malam yang semakin sunyi. Lepas tengah malam barulah datang lelah, sehingga mempermudah mataku mengajak tubuh beristirahat. Seringkali aku menulis syair, puisi atau sekedar ceritaku sepanjang siang untuk mengatasi kesulitan tidurku. Tentu saja tidak pernah kukirimkan pada penerbit. Itu kan hanya kegiatan perintang waktu saja. Semakin kupikirkan, semakin rumit aku menikmati jalan hidupku. Masih terngiang ucapan teman-teman sesama guru memotivasiku agar segera menikah. "Sudahlah Win, nggak usah terlalu pilih-pilih. " atau, “Kenapa sih kamu nggak mau dengan Rian atau Peter? Nggak ada tuh cowok yang sempurna.  Mereka cukup handsome walaupun gajinya lebih kecil dari kamu... " Mereka mengucapkan dengan manis, tapi membuat hatiku merin

1. Babak Baru (3)

Sampai di ujung jalan taksi yang kutumpangi berbelok ke kiri dengan tajam. Takut terjatuh, aku berpegangan dengan erat ke ujung kursi depan. Tak lama taksi menepi dan berhenti persis di depan seorang ibu muda yang sedang meringis sambil memegang perutnya. Tanpa pikir panjang aku keluar dari mobil dan menghampiri perempuan itu.  Aku dan supir taksi itu membimbing sang istri yang kesakitan ke atas taksi. Dengan susah payah ia melangkah. Ibu ini memakai gamis berwarna abu-abu, parasnya pucat kesakitan. Aku sangat kasihan melihatnya. Akhirnya ia berhasil kududukkan di jok belakang dan aku segera mendampinginya. Tak lama berselang taksi kembali melaju di aspal jalan. Tentu saja menuju rumah sakit yang terletak di utara kota ini.  Setelah membantu mengurus istri supir taksi online yang akan melahirkan itu, aku kembali berada di bangku belakang taksi online. Tentu saja ini adalah taksi yang lain walaupun dalam layanan yang sama. Terbayang kembali di pelupuk mataku betapa supir itu sangat baha

1. Babak Baru (2)

Beberapa saat kemudian, taksi online yang kupesan datang. Aku segera menduduki bangku penumpang. Taksi melaju dengan kecepatan sedang membelah senja yang makin temaram. Aku akan segera sampai di rumah. Besok Subuh, babak baru kehidupanku akan segera dimulai. Aku akan berangkat ke sekolah baruku. Bukan sebagai guru lagi, melainkan sebagai seorang kepala sekolah. Kepala SMP Mulya Bhakti II.  Menurut beberapa orang teman, terlalu cepat babak baruku ini kumulai. Baru 5 tahun mengabdi menjadi seorang guru sudah berani menjabat kepala sekolah. Setahun bertugas, aku telah dipercaya menjadi kepala perpustakaan. Kemudian menjadi bendahara sekolah dan terakhir menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Belakangan aku selalu didesak oleh pihak yayasan agar aku mengikuti tes menjadi calon kepala sekolah. Berat rasanya untuk mendaftar tes tersebut. Jika aku berhasil mendapatkan promosi, tentu saja aku harus bersedia digeser dari sekolahku, SMP Mulya Bhakti I. Aku sudah sangat nyaman di sini, bahkan leb

1. Babak Baru (1)

1. Babak Baru Perlahan kututup pintu ruang majelis guru. Aku berjalan menuju mesin absensi dan menyetorkan wajahku sebagai laporan bahwa aku telah selesai bertugas hari ini. “Terima kasih” ujar mesin itu. “Sama-sama.” jawabku iseng. Manalah mungkin mesin itu dapat mendengarkan balasan terima kasihku. Tapi biarlah, itu dapat menghibur diri sendiri. Dan itu adalah balasan terakhirku untuknya. Besok dan seterusnya aku takkan menyetorkan wajahku lagi padanya. Dengan langkah santai aku berjalan menuju gerbang sekolah. Untuk apa buru-buru pulang, tak ada yang akan dikejar. Hanya detak sepatuku yang terdengar di lorong sekolah ini. Gedung megah ini sudah sangat sunyi dari beberapa waktu yang lalu. Kulirik penunjuk waktu di pergelangan tanganku. Sudah pukul 17.30 WIB, pantas saja. Hari sudah terlalu sore. Ini adalah hari terakhir aku bertugas di sini, SMP Mulya Bhakti I. Besok pagi aku sudah harus berangkat ke SMP Mulya Bhakti II, karena tugas yang baru telah menunggu di sana. Berat rasanya me

Usah Kau Amuk

Gambar
Usah Kau Amuk By: Wiwit Jalanan tiba-tiba riuh Deru pick up tak henti berseliweran Membawa berton-ton ikan nan sekarat Rumah tua ini tak henti bergetar Atap rapuh berdentang terhempas Tiang rumah berderik ketakutan menyangga beban Lampu kamar ini tak henti hidup dan mati Tak jelas sampah plastik siapa yang berkejaran di aspal yang menggigil Tangis bocah tak henti berteriak,  menjerit Berpacu dengan deru debu di tepian danau yang menghitam Angin, usah kau marah Angin, usah kau resah Angin, usah kau amuk  Redalah, tenanglah Kami masih belum siap Diterjang kegelisahan badai nan galau Didera raungan gundah nan gulana Hadapi luka hati yang menganga Maninjau, 22022020: 02.20WIB

RISAU

Gambar
RISAU By: Wiwit Apa yang kurisaukan malam ini Hatiku bergelombang seperti danauku Gelap, kelam, ditiup angin kencang bergemuruh Apa yang kurisaukan malam ini Mataku seperti air danau yang membanjir Bergelombang liar, membuih ombak Apa yang kurisaukan malam ini Tangisku seperti kekalutan ikan-ikan dalam keramba yang panik Diterlantarkan sang riak yang mengganas Membolak-balik, hempaskan sisi sisi jaring Apa yang kurisaukan malam ini Pikiranku keruh, rusuh Sekeruh danauku yang terkontaminasi makanannya sendiri Serusuh pribumi yang harap cemas karena lakunya sendiri Apa yang kurisaukan malam ini..... Hatiku Perasaanku Atau danauku

The Best Part Ever in My Life

Gambar
The Best Part Ever in My Life  By: Wiwit Berdiri kaku tak tentu Di bawah pohon jambu Pipi merona bagaikan buah yang memerah Berjabat tangan Menyebut nama perlahan Seolah hanya ingin kau yang mendengar Angin sore itu Mendayu, iringi lagu di dadaku Tatapanmu hangat jalari sanubari Untuk pertama kali Rasa damai di hati Sedamai senyum Persefone, putri Zeus dan Demeter

PENCURI HATI

Gambar
Pencuri Hati By: Wiwit Dalam langit kalbuku Bertabur bintang berjuta Hanya ada satu rembulan Sempurna lengkapi malam Dalam redup biasnya sinar Kuhanya bisa pandangi Lembutnya sentuhan cahaya Rasuki relung semestaku Wahai pencuri hati Kulukis wajahmu di atas telaga Jarak memaksa,  memisahkan Waktu meronta,  menjauhkan Wahai pencuri hati Teruslah menjadi rembulan di langit kalbuku Kupandangi bayangmu Di riak telaga rinduku

PUISI TENTANGMU

Gambar
Aku Bukan Sesiapamu By: Wiwit Terima kasih telah dengarkan banyak senandung pilu Terima kasih telah mainkan musik bersamaku Terima kasih telah pilihkan nada yang tepat untukku Hingga aku berhenti bagai layangan ditiup sang bayu Hingga aku tak ingin jadi pungguk yang mimpikan rembulan Hingga aku sadari masalah hidup harus dihadapi bukan hanya diratapi Masa yang singkat Pertemuan yang pendek Jumpa sesaat Memiliki banyak arti Memberikan banyak sugesti Merangkul banyak motivasi Terima kasih Walau kau hempaskan aku pada kenyataan Bahwa aku bukan sesiapamu

PUISI TENTANGMU

Gambar
DALAM TANGIS By: Wiwit Dalam tangis, aku mengingatmu Dalam tangis, aku berdoa untukmu Dalam tangis, aku memohon pada Allah agar segera bukakan hati kedua orang tua, segera lembutkan hati semua saudara Dalam tangis, aku mengingat perjuanganmu untuk dia, seperti diriku dulu Dalam tangis, aku kenang seluruh cintamu untuk mereka yang terhormat Dalam tangis aku berharap kesayanganku mampu membelamu Dalam tangis aku menyumpahi ketidakberdayaanku Barakallahu fii umrik (untukmu yang kurindu, dibatasi tembok keegoisan manusia)

PUISI TENTANGMU

Gambar
Majimag-eulo By: Wiwit  Mentari pagi, dimana kau sembunyi Embun membentuk selimut kabut Mengaburkan pandangan Burung pipit, seperti enggan bernyanyi Mungkin masih lelap, dengan ranting sebagai selimut Membuat lengang pendengaran Aku masih di sini Berdiri di sebuah sudut Mencoba menghibur hati, dari rasa kehilangan

PUISI TENTANGMU

Gambar
Merindu By: Wiwit Temaram senja  Mentari bergulir menyelami danau Biaskan jingga di bibir dermaga Riak ombak menghapus lukisan Yang penat kugores di atas airnya Sedari tadi Perlahan kelam mengabuti langit Satu persatu gemintang bertaburan Menengadah, harapkan bulan Membawa berita  Yang dihembuskan angin Tentang dia, senyumnya... Tentang dia, kabarnya... Tentang dia, bahagianya...

PUISI UNTUK OPHE

Gambar
Untuk kesayangan kami Siti Fathiyah Di Hadapanmu Yang Tak Nampak By: Wiwit Di hadapanmu yang tak nampak Kucoba tenangkan hati Sembari menghibur diri Baru sekejap kuucapkan Selamat mengingat hari lahirmu Kini harus kuucap selamat jalan Menghadap Tuhanmu Di hadapanmu yang tak nampak Kususun jemari dan kulantunkan doa Berharap sampai di kalbumu Menyejukkan dan melapangkanmu Dari segala apa yang menyulitkanmu Di hadapanmu yang tak nampak Kubimbing kekasih hatimu tinggalkan pusara Lemah lunglai tiada daya Kehilanganmu selamanya

PUISI TENTANGMU

Gambar
Kala Itu By:Wiwit Duduk ditembok pagar sebuah asrama tentara Bersisian bahu menghadap jalan raya Meneguk es kelapa muda  Sambil goyangkan kaki apa adanya Rok biruku yang selutut dan kaus kaki menutup betis Kau rapikan dari tiupan angin Genggaman jemarimu tuntun aku ke arah pulang Kita hitung langkah bersama Menapaki Padang Pasir Laksana taman hijau pinggir kota Sesampai sudut teras rumahku Kau serahkan catatan PR mu Terselip surat biru di dalamnya

PUISI TENTANGMU

Gambar
NESTAPA By: Wiwit  Entah berapa purnama berlalu sudah Tepian pantai kini berhias sampah Dari pengunjung berbudi tak terpuji Membuat api unggun, bernyanyi sampai pagi Entah berapa purnama datang dan pergi Lautku nan elok tak pernah kembali Dahulu mengintip penyu bersamamu Kini pantai dijejeri tenda berkelambu Entah berapa purnama mengunjungiku lalu berpaling Aku tetap menunggumu dalam hening Pantaiku, pantaimu, pantai kita Kini pasrah dalam duka

PUISI TENTANGMU

Dalam Tatap By: Wiwit Bersidekap, membisu Rintik hujan...... mengusap luka Seayun,  selangkah,  bersama Berjalan menyusuri rel kereta lama yang telah ditinggalkan Tak perlu saling bersuara Tak guna saling bergandengan Nikmati saja Dalam tatap

PUISI TENTANGMU

Gambar
Cakrawala Pun Tersenyum By:Wiwit Subuh segera menjelma pagi Seorang gadis kecil terlihat di sudut halaman Memakaikan sepatu Berdiri tegak memandang langit Tersenyum...  Mentari mengintip dari balik dedaunan Membelai embun hingga terbang ke angkasa Mencolek anak-anak burung di sarangnya Hingga terjaga dan bernyanyi Menyambut hari baru...  Gadis kecil melangkahkan kaki Melompat,  mengayun langkah dengan pasti Berjumpa Mentari,  menghangatkan hati....

PUISI TENTANGMU

Gambar
Rencana Tuhan By: Wiwit Rencana Tuhan seringkali berbeda dengan tujuan kita Keinginan Tuhan selalu yang terbaik untuk kita Bahasa Tuhan selalu saja sulit dimengerti oleh kita Dahulu terlalu lugu Terlalu polos Hanya memandang yang terlukis Malam ini aku di awan  Mendekati bintang Menikmati rembulan Mencoba mengetahui rencana Tuhan Keinginan Tuhan Bahasa Tuhan Meluruskan masa lalu bersamamu Juga bagian dari rencana Tuhan

Selamat Tinggal Batam

Gambar
1. Selamat Tinggal Batam FIVY Perlahan, antrian manusia menuju perut pesawat semakin pendek. Akhirnya tibalah giliranku dan mama. Pramugari cantik memeriksa nomor kursi kami dan menunjukkan posisi dimana kami bisa duduk. Sungguh baik dan ramah. Tapi tidak mengobati kesedihanku yang sangat dalam karena harus meninggalkan kota ini. Akhirnya aku mendapatkan kursiku persis dekat jendela sebelah kiri bagian pesawat ini. Kulayangkan pandangan keluar jendela. Beberapa burung besi besar tampak gagah berjejer rapi. Aku sekarang ada di sini, di Bandara Hang Nadim yang tak pernah sepi dari aktivitas penerbangan. Landas pacunya sepanjang 4.025 meter menjadikan bandara ini sebagai pemilik landas pacu terpanjang di Indonesia dan kedua di Asia Tenggara. Bahkan saat ini, Bandara Hang Nadim dapat menampung sekitar 18 pesawat besar seperti Boeing 747, Boeing 767 dan Boeing 777. Begitu informasi yang kuterima dari guru di kelasku. Selang beberapa waktu kemudian, terdengar arahan dari pengeras

PUISI TENTANGMU

Gambar
TERBIASA SENDIRI BY: WIWIT Berulangkali aku melihat langkah gontai itu Menapaki cadas, terbata-bata di pendakian Tertegun, kemudian melecut diri Menjadi lebih pasti melangkahi batuan tajam Meneropong aku dari kejauhan Memandangi punggung yang semakin kecil lalu menghilang Dalam kabut kerinduan yang memekat sukma Abu-abu, nyaris kelam Tawa, mengapa kau tak terdengar Mengapa tinggalkannya tertatih-tatih di tebing tajam Mengumpulkan tenaga Menggapai, namun tak tergapai Mengapa berkhianat, berpaling dari kenyataan Hempaskan dia ke jurang kedukaan Angin menyampaikan kabar padaku tentangmu Bahwa kau tak apa Bahwa ragamu telah lupa Bahwa kalbumu terbiasa luka Tinggal aku merenung tergugu, terpaku Mengacuhkan rintih yang semakin riuh Mencemaskan kau yang jauh Lalu menggantung harap pada langit Semoga kau terbiasa sendiri

PUISI TENTANGMU

Gambar
Cerita Tadi Malam By: Wiwit Tik Tok Tik Tok Waktu yang merambat  Serasa lambat  Mata ingin istirahat Karena malam telah pekat Tik tok Tik tok Kucoba membawa diri rebah Namun pikiran masih menjelajah Terkenang senyumanmu nan indah Namun hati makin gelisah Tik tok Tik tok Jam di dinding berbunyi  Berdentang keras dua kali Aku galau semakin jadi Tak terperi  Tik tok Tik tok Berwudhu,  shalat dan berdoa Agar pikiran tenang tiada gulana Kulakukan semua nasihat bunda Akhirnya damai di relung sukma

PERJALANAN HATI

Gambar
MOBIL TRAVEL RASA WARUNG KOPI Selaku seorang pendidik yang mengemban tugas sedikit jauh dari tempat kediaman, saya sering kali berangkat dari rumah menunju tempat tugas setelah selesai melaksanakan salat Subuh. Namun kali ini, beberapa kesibukan sebagai ibu rumah tangga membuat saya terlambat keluar rumah. Hari ini, pukul 6.15 WIB saya baru sampai di Simpang Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu, tempat saya berdiri menunggu angkutan ke Lubuk Basung. Jalanan masih sangat sepi. Rintik gerimis dan kabut yang agak tebal seperti memperlambat aktivitas penduduk di pagi hari. Karena takut terlambat akhirnya saya memberanikan diri menelpon salah seorang driver mobil travel (istilah yang biasa dipakai untuk angkutan antar kota) ke Lubuk Basung. Saya beruntung, masih tersedia tempat duduk untuk saya. Singkat cerita, saya telah berada di mobil travel tersebut. Semua penumpang adalah perempuan. Di depan duduk guru di salah satu SMA di sekitar Maninjau. Dua orang di samping saya adalah gur

PUISI TENTANGMU

Gambar
02 02 2020 By : Wiwit 02 02 2020 Kata siapa tanggal cantik Ini tanggal dimana aku, mengoyak luka dalam Ini tanggal dimana aku mencukai sayatan pilu 02 02 2020 Kata siapa tanggal indah Ini tanggal dimana kehilangan dan keterpurukan menggelimang air mata 02 02 2020 Ini tanggal dimana aku menghatur maaf beribu maaf padamu Dan menegakkan kepalaku sembari berkata Aku akan selalu ada 

PUISI TENTANGMU

Pemandangan Kalbu By: Yenita Witri Anis Ini hati berisi segenggam rindu Yang terajut oleh benang kusut ketidakmampuan Seperti peti aksara yang sengaja dibungkam, demi sebuah gengsi Ini harap bagaikan anak panah nan terlepas Semakin dikejar Semakin lari Melesat menuju mahligai sunyi Ini jiwa yang mengembara Sedang berdiri di tebing karang Menunggu semilir angin  Mengantarkan berita yang terjeda Pemandangan kalbu Tertutup awan abu-abu Redupnya rembulan  Tak berdaya menyingkap  Kenestapaan abadi