Postingan

Hujan, Kau Turun Lagi Senja Ini

Gambar
Hujan, Kau Turun Lagi Senja Ini Oleh: Yenita Witri Anis Hujan, kau turun lagi senja ini Deraianmu wakili air mataku Yang mengalir meresap ke relung kalbu Hujan, deras suaramu mengenai atap rumah-rumah panggung di sekitarku Laksana tubian anak panah tanpa rasa, yang perihkan perasaan  Melukai hati dari waktu ke waktu Hujan, kutahu airmu akan mengalir jauh, atau mendiami pori di bawah akar pohon rindang Semua akan meluap, atau menguap Seperti harapku yang makin menjauh, atau tenggelam di dasar hitam tak berbatas Menguap pergi, ke  langit tanpa tepi Hujan, kau turun lagi senja ini Tanpa nyanyi Tanpa pelangi

Ini (tidak) akan Sebentar Saja

Gambar
Ini (tidak) akan Sebentar Saja By: Wiwit  Lukamu, sakit yang kurasakan Ketika keadaan enggan sisakan toleransi Tekanan kesempatan berikan sempit Dan hunjamkan panah serapah Terhadap ketidakmampuan Dukamu, pedih yang kurasakan Ketika upaya tak berujung hasil Badut-badut laksana drakula menakutkan Mengincar nadi mengincar darah Membunuh pikiran sehat dengan jahat Ratapmu, ngilu yang kurasakan Ketika air mata bagaikan badai meteor Menghujani bumi yang menua karena duka Entah apa yang mesti kubisikkan Ini (tidak) akan sebentar saja

Cinta, Buta

Gambar
Cinta, Buta By: Wiwit Bahasa jemari Ungkap balada rindu Usap relung hati Mainkan irama kalbu Ukiran aksara Hiasi asmara usang Degupkan cinta Panggilan nestapa pulang Debu menderu Pelangi basi Abai terbusai Pilu menyembilu Cinta buta Kasih tertatih Pendar memudar Bara pun tuna wicara

HEART MASTERY FOR TEACHING

Gambar
Heart Mastery for Teacher Bersama ust. Zaenal Muttaqin di SMPN 2 Tanjung Raya Kamis, 6 Maret 2020 Dunia guru adalah dunia yang istimewa, tidak semua orang mampu dan diberi kesempatan untuk berada di dalamnya. Ada orang-orang yang hebat dan telah mengantongi ijazah keguruan namun mereka masih antri di luar sana karena tidak mendapatkan akses masuk berkecimpung dalam proses kependidikan anak bangsa. Guru adalah orang yang beruntung, karena diberikan Allah kesempatan tidak hanya untuk mendapatkan nafkah namun juga dapat membentuk kepribadian banyak manusia sehingga peluang memperoleh pahala sangat besar. Menjadi guru adalah kesempatan bagus, tidak hanya mencari selamat di dunia namun juga di akhirat. Namun mengapa banyak guru menjadi putus asa dalam proses pengabdiannya? Mengapa jika dulu banyak orang dari Malaysia dan Singapura sangat bangga mendapat kesempatan belajar di Indonesia namun sekarang ini yang terjadi adalah kebalikannya? Dan mengapa kata-kata guru sekarang ini ti

3. Hujan

Gambar
3. Hujan “Wina, habiskan susunya Nak!” terdengar suara papa dari ruang makan. “Iya Pa, tunggu sebentar.” jawabku bergegas menghampirinya. “Papa udah sarapan?” tanyaku pada papa yang sedang serius membaca koran pagi di tangannya. “Sudah, tadi papa masak nasi goreng dengan telur mata sapi. Kalau Wina mau, masih ada di lemari.” jawab papa tanpa mengalihkan pandangannya dari koran itu. “Nantilah Pa, makasih. Besok-besok Wina aja yang masak buat Papa. Wina bisa kok.” jawabku santai. Papa menghentikan bacaannya lalu menatapku serius. “Kok bisa?” tanya papa. “Ya bisalah. Setiap hari juga aku kan masak sarapan sendiri Pa. Bisa nasi goreng, mi goreng… Papa jangan salah ya. Gini-gini aku jago bikin masakan ayam balado lho…” dengan bangga kuuraikan semua kebiasaanku di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah tempatku mengajar. Papa menggulung korannya lalu memukul bahuku dengan keras. Aku meringis mengusap bahuku yangbperih. “Jangan mimpi kamu. Menghidupkan kompor saja sampai sekarang

3. Apa Aku Bermimpi? (3)

“Maaf Pak, Saya lupa.” jawabku. “Inilah contoh anak yang membeda-bedakan guru! Bahasa Indonesia dikejar, PMP dianaktirikan! Pendidikan Moral Pancasila adalah pelajaran penting anak-anak, jangan seenaknya meremehkan. Bisa apa negara kita ini jika warga negaranya tidak bersikap baik, tidak menjadi warga negara yang patuh dengan peraturan!” serunya pada teman-teman sekelasku. Kira-kira, pada zaman aku menjadi guru, PMP itu semirip dengan PKN.   Mendengarkan suara pak Tasaruddin, anak-anak hanya cekikikan tertawa. Tidak ada yang berani berkomentar atau tertawa terbahak-bahak membully aku. Beda zaman mungkin ya. Dulu serba teratur dan tidak ada yang berani dihadapan gurunya. Beda sekali di zaman aku mengajar anak-anak didikku.  “Bagaimana mungkin kamu dapat menghafalkan alinea per alinea dengan lancar dan benar jika tidak ada salinannya. Makanya bapak suruh mengerjakan PR!” tangan beliau sudah siap akan menarik telingaku. Tapi aku mengelak dan menjawab, “Maaf Pak, tapi saya sudah hafal kok.

2. Apa Aku Bermimpi? (2)

Gambar
2. Apa Aku Bermimpi? (2) Aku berdiri di depan gedung lama peninggalan Belanda. Inilah sekolahku dulu, SMP Negeri 1. Di hadapanku terdapat 5 anak tangga menuju kantor majelis guru. Pintu kantor yang tinggi berwarna abu-abu telah terbuka keduanya. Sangat serasi dengan 2 buah jendela berukuran 1 kali 2 meter di sampingnya. Kokoh dan berwibawa. Para peserta didik telah mulai berdatangan. Terus terang aku bingung juga, mau melangkahkan kaki ke arah mana. Tadi aku tidak sempat melihat ke kalender, untuk memastikan tanggal hari ini. Untuk berjaga-jaga, aku mengingat kembali kelas yang pernah kudiami. Aku pernah ada di kelas I.4, II.6 dan III.8.  Entah mengapa hatiku mengatakan mungkin saat ini aku sedang menduduki kelas II.6. Kalau di zamanku asli tentu saja setara dengan kelas VIII. “Berarti lokalku ada di sayap kanan gedung ini.” ujarku pelan setengah berbisik. Aku terus berjalan dan memperhatikan anak-anak di sekelilingku. Terus terang aku lupa nama-nama mereka. Beberapa dianta